MOJOKERTO, Xtimenews.com – Kesibukan mengurusi rumahtangga tidak lantas membuat emak-emak di Mojokerto untuk berkarya. Menjadi pengerajin batik merupakan salah satu karya seni yang baru dirintis mereka untuk membantu kebutuhan rumahtangga pasca pandemi Covid-19 melanda.
Batik hasil karya dari tangan-tangan kreatif para peserta pelatihan UPT Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kabupaten Mojokerto, mendapatkan banyak pujian dari para pecinta batik.
Mereka adalah emak-emak di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Kutorejo Mojokerto. Ditengah kesahajaan dan kesederhanaan, yang membalut kehidupan bermasyarakat di desa ini ternyata tersimpan begitu banyak potensi yang dimiliki oleh warganya, dengan keberadaan para perajin batik.
Keterampilan membatik yang dimiliki emak-emak ini terasah berkat kerjasama pemerintah Desa Pesanggrahan dengan UPT BLK Kabupaten Mojokerto.
Sebelum adanya pelatihan dari UPT BLK Kabupaten Mojokerto selama satu bulan yang digelar tahun 2019 lalu, para ibu rumah tangga ini tak mengenal apa itu namanya batik, terlebih cara untuk membuatnya.
Awalnya mereka hanya iseng saat mengikuti pelatihan, namun akhirnya tertarik,.setelah melihat keunikan dari batik. Sehingga ibu-ibu rumah tangga termotivasi dan menekuni sebagai perajin batik tulis.
“Awalnya mengikuti pelatihan di desa yang diselenggarakan oleh BLK, selama satu bulan,” kata salah satu pengerajin batik Farihatul Akibah, Senin 3 Desember 2022.
Meski terkategori baru di dunia perbatikan, namun berbagai motif batik tulis yang telah dihasilkan tanpa mengurangi tanggungjawab mereka sebagai ibu rumah tangga.
Misalnya, motif burung merak, bunga wijaya kusuma, sogan, merak noleh, dan lainnya. Lebih dari seratus karya batik tulis yang dihasilkan masing-masing ibu-ibu rumah tangga ini.
“Setelah pelatihan itu saya bikin batik dengan motif saya sendiri, banyak kira-kira 100 lembar batik(dikerjakan),” ujar Farihatul.
Butuh waktu tiga hari hingga sepekan, untuk bisa menyelesaikannya, tergantung tingkat kesulitan motif dan pola batik yang mula-mula akan ditulis atau digambar dulu polanya di atas selembar kain.
Untuk menentukan motif maupun pola batik, tidak menjadi kendala serius bagi mereka. Akan tetapi, kendala utama dari para perajin batik ini, adalah peran serta dukungan pemerintah daerah Kabupaten Mojokerto, yang masih sangat minim.
Keterlibatan langsung dari pemerintah, terkait promosi dan bantuan peralatan yang dibutuhkan perajin batik. Terutama bantuan modal, yang hingga kini belum sekalipun mereka dapatkan.
“Kendalanya peralatannya yang kurang maksimal. Harapan kami sebagai pengerajin batik ada bantuan dari pemerintah daerah,” pintanya.
Dari sekian banyak motif batik yang dihasilkan, bunga wijaya kusuma menjadi motif yang paling diunggulkan, para perajin batik. Hal ini tidak terlepas dari peran kepala desa Pesanggaran, Muhammad Afif.
Menurut Afif, bunga wijaya kusuma sarat makna dan filosofi. Bentuk dan warna bunga tersebut yang begitu elegan, sehingga menginspirasi dan memgaplikasikan keindahan bunga wijaya kusuma karya batik.
Keberadaan bunga wijaya kusuma tidak bisa dipisahkan dengan sejarah Majapahit. Pada era Majapahit pernah terjadi budidaya bunga tersebut secara masif di lingkungan istana.
“Sejauh ini hanya beberapa icon Majapahit yang dikenal masyarakat, buah maja, surya Majapahit dan terakhir kota yang berbentuk gapura itu, padahal masih banyak icon-icon lain yang belum tereksplor selama ini. Itulah kemudian yang melandasi kami bersama para pengerajin batik mencoba mengexsplore batik wijaya kusuma,” ungkap Afif.
Bahkan kata dia, raja-raja majapahit wajib memiliki sekuntum bunga wijaya kusuma dari hasil tanamnya sendiri. Sebab, bunga wijaya kusuma dianggap memilik kekuatan magis yang besar.
Secara harfiah wijaya kusuma bermakna bunga kejayaan, adalah jenis bunga yang langkah dan unik. Selain bentuknya yang indah dan aromanya yang semerbak, bunga wijaya kusuma ini mekarnya hanya waktu tengah malam, saat semua orang terlelap bunga wijaya kusuma menghadirkan keindahan pada pagi hari dengan bunga yang mekar sempurna, tanpa orang harus tahu saat bunga tersebut mengalami proses pecahnya kuncup.
“Kami menangkap pesan dan harapan mekarnya bunga wijaya kusuma ini untuk membangun sebuah kejayaan diperlukan keikhlasan dan ketulusan bersama dari semua elemen baik itu birokrat maupun masyarakat, demi terwujudnya cita-cita bersama, dengan mengedepankan falsafah sepi ing pamrih, rame ing gawe,” bebernya.
Terlepas dari itu semua, para perajin batik tulis satu pesanggran ini berharap, adanya kseriusan dari pemerintah Kabupaten Mojokerto, untuk membantu mereka mengatasi berbagai kendala yang meraka hadapi selama ini.
Sehingga para perajin batik, bisa terus berkarya dan memproduksi batik dalam jumlah besar, dan menjadikan desa pesanggrahan sebagai ikon baru batik khas Majapahit.(dn/gan)