MOJOKERTO, Xtimenews.com – Memasuki tahun ajaran baru 2020/2021 di tengah pandemi corona sekolah SMA Negeri di Kota Mojokerto menarik sumbangan partisipasi pada siswa. Sumbangan itu dibuktikan dengan beredarnya selembaran surat yang diterima oleh orang tua wali murid dari Sekolah SMA Negeri 1 Kota Mojokerto.
Dalam selembaran surat yang diterima itu berbunyi Sumbangan Dana Partisipasi Masyarakat Untuk Pendidikan. Tidak ada kops ataupun stempel sekolah pada selembaran surat yang diterima oleh para orang tua wali murid.
Para wali murid SMA Negeri 1 Kota Mojokerto itu diminta membayar uang sumbangan dana partisipasi sebesar Rp 3,5 juta. Uang tersebut tidak termasuk biaya seragam sekolah dan biaya daftar ulang.
Selain di SMA Negeri 1 Kota Mojokerto, kabarnya pungutan sumbangan partisipasi itu juga terjadi di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto.
Sumbangan partisipasi itu sangat memberatkan para orang tua wali murid di tengah pandemi Corona. Apalagi para orang tua wali murid itu sebelumnya dibebani biaya daftar ulang sebesar Rp 835 ribu memasuki tahun ajaran baru 2020/2021.
“Dapat edaran seperti angket meskipun itu bukan angket, dari anak saya yang didapatkan dari sekolah cuma tidak ada kops surat dari sekolah. Karena edaran itu kami para orang tua wali murid di undang untuk membicarakan masalah ini,” kata salah satu orang tua wali murid kelas Xll SMA Negeri 1 Kota Mojokerto yang namanya tidak mau disebutkan usai menggelar rapat bersama Komite Sekolah serta para orang tua siswa lainnya pada 23 Juli 2020.
Menurut dia berdasarkan hasil rapat Komite Sekolah dengan orang tua siswa sumbangan partisipasi itu di putuskan menjadi Rp 200 ribu per bulan yang dibayar selama 12 kali mulai bulan Agustus 2020. Jika di total angka tersebut menjadi Rp 2,4 juta.
“Tapi itu tidak harga mati, bisa juga bagi yang tidak mampu mengajukan keberatan,” ujarnya.
Selain sumbangan partisipasi itu dalam kondisi pandemi corona seperti ini, ia mengaku terpaksa harus membayar uang daftar ulang sebesar Rp 835 ribu untuk anaknya yang saat ini naik ke kelas Xll di SMA Negeri 1 kota Mojokerto.
Meski ada skema angsuran yang bisa ia tempuh, ia mengaku terpaksa membayar biaya yang cukup besar untuk sekolah anaknya. Apa lagi profesinya sebagai konsultan proyek penghasilannya menurun drastis dibandingkan sebelum pandemi corona.
“Karena itu menjalaninya dengan terpaksa, kalau penghasilan saat ini hanya Rp 1,5 juta per bulan, jelas kurang untuk mencukupi biaya sekolah 3 orang anak,” tegasnya.
“Kalau daftar ulang rinciannya jelas. Kalau sumbangan partisipasi ini yang saya tahu tadi untuk osis dan lain-lain. Kalau saya lihat itu menjadi beban provinsi apa lagi situasinya seperti ini,” ungkapnya.
Kabar sumbangan partisipasi itu juga terjadi di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto, salah satu orang tua wali murid menyebut ada kabar sumbangan partisipasi sebesar Rp 1,8 juta.
“Sepertinya ada, kemarin saya tidak ikut rapat pertemuan. Ada yang bilang sekitar Rp 1,8 juta, tapi belum ada kabar lagi kelanjutannya,” tegas salah satu orang tua wali murid kelas XI SMA Negeri 2 Kota Mojokerto saat dihubungi, Senin (28/7/2020).
Sabagai janda dengan dua anak, ia mengaku keberatan dengan biaya daftar ulang senilai Rp 900 ribu untuk anaknya yang saat ini naik kelas Xl di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto.
“Daftar ulang ada perinciannya untuk SPS sama saja dengan SPP padahal dulu tidak ada. Kemudian untuk tabungan, penunjang peningkatan prestasi akademis, itu belum seragam juga,” ujarnya.
Menurut dia biaya daftar ulang itu menentang dengan ketentuan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa bahwa sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) bagi seluruh siswa SMA/SMK Negeri di Jawa Timur gratis. Dia juga melarang sekolah memungut biaya apapun pada siswanya.
“Kalau keberatan ya keberatan, tapi untuk anak ya gimana lagi. Apalagi anak saya ada yang masuk SMP kena bayar seragam saja sekitar Rp 1,5 juta,” terangnya.
Dengan profesi sebagai pedagang online dalam kondisi pandemi corona ini ia hanya menghasilkan Rp 1,5 juta perbulan. Ia berharap kabar sumbangan partisipasi itu tidak ada di Sekolah anaknya.
“Kalaupun benar ada yang jelas saya tidak sanggup membayar,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kota Mojokerto, Imam Wahjudi membantah adanya pungutan yang dibebankan kepada orang tua wali murid sebesar Rp 3,5 juta meskipun ia membenarkan selembaran surat yang beredar adalah benar dari sekolah.
“Kami mengirimkan file kepada wali kelas, kemudian disebarkan kepada orang tua wali murid, tapi ada yang minta edaran dari sekolah,” kata Imam.
Ia menjelaskan, pihak sekolah tidak pernah menarik sebesar Rp 3,5 juta. Nilai itu hanya hitungan bahwa kebutuhan per siswa untuk satu tahun sekitar Rp 4 – 5 juta. Sedangkan dana BOS hanya Rp 1,5 juta sehingga kekurangan yang ditanggung oleh sekolah sebesar Rp 3,5 juta.
“Secara global kebutuhan per siswa dalam satu tahun itu antara Rp 4-5 juta. Itu untuk kegiatan akademis dan non akademis, perbaikan sarana dan prasarana,”katanya.
Menurut dia, angka Rp 3,5 juta itu membuat polemik di kalangan para orang tua wali murid. Sehingga ia kembali mengumpulkan para orang tua wali murid dengan Komite Sekolah untuk membahas soal sumbangan partisipasi masyarakat untuk pendidikan.
“Setelah kami rapatkan ini tadi ketemu angka Rp 200 ribu perbulan yang berlaku mulai Agustus bulan depan,” bebernya.
Imam menyebutkan sumbangan partisipasi sebesar Rp 200 ribu perbulan itu tidak berlaku untuk semua orang tua wali murid, ia juga memberikan keringanan kepada para orang tua wali murid yang tidak mampu membayar.
Uang sumbangan partisipasi itu nantinya untuk kegiatan yang dulu dibantu dari Provinsi yang hingga saat ini tak kunjung turun. Ia juga menyebut bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga dipotong 50% saat pandemi corona.
“Tiba-tiba pada Maret 2020 itu ada info bantuan dari Pemprov dipotong 50% yang sudah dibayarkan ke kami 25%. Jadi sisanya kami bicarakan dengan orang tua wali murid,” jelasnya.
Sementara kepala sekolah SMA Negeri 3 kota Mojokerto, Suyono juga membenarkan adanya sumbangan partisipasi senilai Rp 1,8 juta.
Sumbangan itu kata dia untuk mencukupi kebutuhan siswa dalam satu tahun. Kebutuhan siswa per tahun mencapai Rp 4 -6 juta, sedangkan dana BOS hanya Rp 1,5 juta per siswa.
“Minimal kebutuhan setiap siswa Rp 4 juta per tahun. Sehingga kekurangan Rp 2,5 juta per siswa. Untuk itu saya cukup membuat Rp 150 ribu per bulan untuk setiap siswa kelas Xl dan XII, untuk kelas X itu hanya 200 ribu perbulan,” terangnya.
Menurut dia, ada skema angsuran yang bisa di tempuh oleh para orang tua wali murid. “Itu bisa dibayar langsung di awal, bisa dibayar setengah, bisa juga dibayar dibelakang ataupun di angsur per bulan.
“Beberapa waktu yang lalu ada bantuan dari Pemprov jatim Rp 95 ribu per siswa per bulan ternyata sampai dengan bulan Juni kita tidak mendengar kabar. Sehingga agar kegiatan itu berjalan kami menyampaikan partisipasi kepada masyarakat,” ungkap Suyono.(den/gan)