Jumat, November 22, 2024
BerandaIndexHeadlineDilema Pemilu Serentak 2019

Dilema Pemilu Serentak 2019

Ketua PPK Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto

Keputusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 14/PUU-XI/2013 yang mengabulkan gugatan Effendi Ghazali dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak  pada tahun 2013 lalu, menjadi sejarah baru dalam kompetisi politik di Indonesia. 

Bukan hanya menjadikan pemilu 2019 sebagai pemilihan umum serentak pertama di Indonesia, namun juga menjadikan pesta politik rakyat tersebut dengan berjuta pernak-perniknya yang belum pernah dirasakan di ajang pemilu sebelumnya. Masyarakat harus mencoblos lima surat suara sekaligus, sehingga membutuhkan waktu 4-5 menit di bilik suara. Di pemilu kali ini, Pemerintah juga memberikan ruang khusus untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menggunakan hak suaranya. 

Lebih jauh lagi, agenda lima tahunan ini juga masih diwarnai maraknya berita bohong (hoaks) yang menjamur di media sosial, di samping juga harus menekan politik identitas yang mulai menggema sejak Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. 

Dikutip dari laman Kompas.com dengan artikel yang berjudul ‘Politik Identitas dan Ujian Demokrasi’, wajah politik Indonesia mulai berubah sejak tiga tahun terakhir. Dalam paparannya, tensi politik islam kembali menyeruak ke publik sejak Basuki Tjahaja Purnama salah ucap terkait Surah Al-Maidah 51. Hal itu kemudian memunculkan gerakan aksi 411 dan 212 yang sangat fenomenal karena melibatkan massa yang besar.

Aksi itu kemudian lebih banyak sebagai kendaraan politik oleh para alumni. Terbukti dengan munculnya tagar ganti presiden yang digaungkan politikus PKS, Mardani Ali Sera. Konflik horizontal kemudian muncul akibat ketidakdewasaan elit politik Indonesia yang kerap memanaskan situasi, baik dari kubu pemerintah atau oposisi.

Kerja keras pun harus dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyosialisasikan agenda politik akbar yang secara serentak dilaksanakan. Hal ini untuk menekan konflik akibat berita hoaks, termasuk juga mendorong masyarakat agar menggunakan hak pilihnya. Di tengah proses itu, Integritas KPU justru diuji dengan serangan berita dusta tujuh kontainer surat suara tercoblos untuk pasangan nomor urut 01.

Prahara Pemilu serentak 2019 tidak cukup sampai di situ. Di Hari- H pencoblosan, mulai dari proses pemungutan hingga rekapitulasi memaksa petugas dari PPS dan PPK mengeluarkan banyak tenaga. Mereka harus lembur hingga pagi, demi proses berjalan sesuai perundang-undangan. Tak pelak, kondisi ini bahkan membuat sejumlah petugas pemungutan suara tumbang, gugur dalam tugasnya. Hingga Selasa (23/4/2019) sudah ada 91 petugas KPPS yang meninggal akibat kelelahan. Disamping juga faktor stres lantaran harus menyelesaikan proses rekapitulasi yang melelahkan.

Jeri payah petugas yang bahkan rela mengorbankan nyawa demi pemilu serentak, nyatanya masih dianggap tidak fair oleh sekelompok orang yang tidak puas dengan hasil pemilu. Terlepas dari hal itu, pemilu serentak 2019 juga mendapat sorotan dari wakil presiden Jusuf Kalla. 

Mengutip laman Tribunnews, JK meminta pemilu serentak agar dievaluasi. Sebelumnya, pengusaha asal Bugis itu juga sudah memprediksi akan ada banyak masalah dengan pemilu serentak. Hal ini lantaran penyelenggarannya yang dianggap rumit, sehingga menyulitkan petugas penyelenggara pemungutan suara.

Penulis : Ketua PPK Dawarblandong, Sujito S.E

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments