Kamis, April 24, 2025
BerandaIndexHukum & KriminalDugaan Korupsi Proyek RPHU Lamongan, Eks Kepala Disnakeswan Dijebloskan ke Penjara

Dugaan Korupsi Proyek RPHU Lamongan, Eks Kepala Disnakeswan Dijebloskan ke Penjara

Lamongan,Xtimenews.com– Mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan, Moch Wahyudi alias MW ditahan penyidik Kejari terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) pada Rabu ( 23/04/2025).

Setelah kurang lebih 4 jam didalam ruangan pidana khusus Kejaksaan Negeri Lamongan, dua tersangka yakni M-W dan D-M-A keluar dengan mengenakan rompi berwarna merah dan digiring ke mobil tahanan tipikor untuk dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) kelas IIB, di Jalan Sumargo Lamongan. Sedangkan tersangka S-A dibawah ke rumah tahanan di Kota Surabaya.

Muhammad Ridlwan, selaku Kuasa Hukum M-W, mengatakan masih menempuh jalur Pra Peradilan untuk lebih memastikan keterlibatan kliennya dalam kasus tersebut.

“Seperti yang sudah kita jelaskan dan diskusikan bersama klien kami, bahwa beliaunya masih bingung dengan penetapannya sebagai tersangka,” terang Ridlwan usai mendampingi kliennya di Kantor Kejaksaan Negeri Lamongan.

“Tersangkanya dalam hal apa? Kasus apa? Kalau bicara korupsi, selama ini sudah ada audit dari BPK mengenai pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas itu. Dan dari hasil audit tersebut ada kerugian sebesar 92 juta sekian. Dan itupun karena kesalahan administratif atau kelalaian BPK beserta jajarannya. Dan rekomendasinya pada waktu itu adalah pengembalian, yang dilakukan oleh pihak ketiga (kontraktor). Makanya tadi yang ingin kami tempuh adalah pra peradilan. Tapi penyidik malah tanya yang di Pra kan itu apa? Yang ingin saya tanyakan ya atas dasar apa tersangka ditetapkan,” terangnya.

Lanjut, Ridlwan menilai penetapan tersangka terhadap kliennya tersebut, terkesan dipaksakan. “Seperti dalil kita dalam pra kemarin, penyidik memaksakan proses ini, penyidik mengabaikan rekomendasi dari BPK. Jadi ini terkesan dipaksakan,” terangnya.

Sementara itu, Anton Wahyudi Kasi Pidana Khusus Kejari Lamongan, menjelaskan penahanan ketiga tersangka dilakukan terpisah, lantaran tersangka S-A mengajukan Justice Collaborator (JC).

“Penahanan ini dilakukan di dua tempat berbeda. Untuk tersangka S-A kita tahan di Surabaya, karena yang bersangkutan mengajukan Justice Collaborator, yang menjadi hak nya yang bersangkutan sesuai Pasal 10 huruf a, Undang-undang 31 tahun 2014 adalah pemisahan tempat tahanan atau tempat menjalani pidana. Sedangkan tersangka M-W dan D-M-A di Lamongan,” kata Anton kepada sejumlah awak media.

Menurut Anton, Untuk total kerugian dalam kasus ini, yakni Rp. 331.616.854,-. Kemudian barang bukti yang kami kumpulkan yakni 53 dokumen, sebuah handphone dan uang tunai sebesar Rp. 88.193.997.

Disinggung soal pernyataan Kuasa Hukum tersangka yang merasa tidak puas dengan penetapan kliennya , Anton mengatakan akan membuktikan di Pengadilan.

“Nanti akan kita buktikan di persidangan. Karena kami menetapkan tersangka pun berdasarkan alat bukti yang berdasarkan Undang-undang minimal 2 alat bukti, dan kami sudah mengantongi 3 alat bukti. Kemudian terkait kerugian yang sudah dikembalikan. Maka kami jelaskan pengembalian kerugian negara diatur di pasal 4 Undang-undang Tipikor dan tidak menghapuskan pidananya,” pungkasnya.

Seperti diketahui, kasus proyek dengan nilai sekitar Rp. 5.000.000.000,- tahun anggaran 2022 ini mencuat pada tahun 2024 lalu. Hingga pada tanggal 14 Januari 2025, penyidik Kejaksaan Negeri Lamongan menetapkan 3 tersangka yakni M-W sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), S-A sebagai direktur perusahaan dan D-M-A sebagai pelaksana pekerjaan.

“Terkait kemungkinan adanya tersangka lain, nanti akan kita lihat di fakta persidangan,” pungkasnya. (Ind)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments