Mojokerto, Xtimenews.com– Bawaslu Kabupaten Mojokerto gelar Sosialisasi pengawasan dan media gathering dalam rangka pemilihan Kepala Daerah serentak 2024, berlangsung di Aston Hotel,Jumat (6/9/2024).
Ketua Bawaslu Dody Faisal menyampaikan dalam mengawasi jalannya pilkada kita Bawaslu tidak bisa melakukan pengawasan sendiri tanpa didukung Insan Pers.
“Kami beharap Insan Pers membantu bersama sama mengawasi jalannya Pilkada 27 November nanti,” ucapnya.
Lebih lanjut Dody mengatakan berdasarkan Indeks kerawanan oleh Bawaslu RI ada beberapa hal tercacat di indeks kerawanan. Begitupun di Mojokerto sudah ada pengaduan terkait pelanggaran- pelanggaran.
“Oleh karena itu potensi kerawanan dalam pilkada terkait berita- berita hoax pasti terjadi,maka dari itu peran media harus bisa memberikan adukasi yang benar untuk menangkal berita- berita hoax tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Radar Mojokerto Nur Cholis mengatakan pengawasan sebagai jurnalis perlu dipahami dengan bagaimana kita melihat, mendengar suatu berita itu bisa berjalan dengan riil berdasrkan kebenaran.
“Roh tugas jurnalis yaitu malekukan pengawasan atau kontrol sosial.Mudah mudahan dengan fungsi Pers pengawasan bisa dikolaborasikan dengan Bawaslu, Panwascam maupun yang ada di kelurahan,” jelasnya
Masih Nur Cholis, kita perlu memahami aturan regulasi yang baik tentu harus ada sensor, sehingga akan memudahkan kita dalam pengawasan.
“Tanpa memahami aturan kita akan sulit dalam pengawasan. Oleh karena itu pengawasan sangat penting baik oleh Bawaslu, Pers serta masyarakat,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PWI Mojokerto Sholahudin menjelaskan idealnya media pers dengan media sosial berjalan beriringan. Ia menegaskan bahwa fungsi media pers dan media sosial ada batasannya.
“Media sosial berkembang pesat dan rating paling tinggi adalah tik tok. Kalau media pers sudah diatur dalam UU Pers no.40 tahun 1999,” katanya.
Kemudian Media Pers produknya berita yang sudah terverifikasi, klarifikasi dengan melakukan cek dan richek dan berimbang serta tidak ada pihak pihak yang dirugikan.
“Media sosial produknya informasi belum terverifikasi, rawan hoax serta ujaran kebencian.’ ujarnya.(Tin)