MOJOKERTO, Xtimenews.com – Kampung bahasa merupakan julukan bagi suatu perkampungan yang terletak di Kelurahan Pulorejo, Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto sebagai pusat pembelajaran bahasa inggris.
Selain itu di kampung bahasa juga memiliki lembaga kursus dengan jumlah 12 lembaga yang memiliki SK Diknas.
Namun, tekat Pemkot dan masyarakat di kota Mojokerto mewujudkan kelurahan Pulorejo sebagai Kampung bahasa saat ini dianggap gagal. Bahkan, Pemkot Mojokerto juga sudah menggelontorkan dana untuk mensukseskan program kampung bahasa tersebut.
Di Kelurahan Pulorejo terdapat beberapa tempat yang menjadi pusat belajar bahasa Inggris. Yaitu di lingkungan Pulokulon, di lingkungan Blongkrai, di lingkungan Balongcangkring dan di lingkungan Pulowetan.
Sunaryo alias cak Naryo, humas Kampung bahasa Pulorejo mengatakan, pengadaan kampung bahasa itu dimulai sejak tahun 2016 lalu. Namun, pada akhir tahun 2017 akhir para peserta sudah mulai berkurang hingga saat ini pun aktivitas kampung bahasa itu vakum.
“Saat itu ada 12 lembaga kursus yang masuk, jumlah pesertanya setiap lembaga mencapai 30 sampai 40 peserta dan setiap lembaga ada 6 pembimbing. Untuk tempatnya di SDN Pulorejo 1 dan di rumah-rumah warga yang mau ditempati untuk tempat belajar,” kata Cak Naryo, saat ditemui wartawan, Selasa (08/10/2019).
Menurut Naryo, rumah warga yang dijadikan tempat belajar pun tidak hanya sekadar ditumpangi oleh lembaga-lembaga kursus bahasa. Namun, ada uang sewa bagi rumah warga yang mau dijadikan sebagai tempat kursus.
“Tempatnya kalau yang di rumah-rumah warga itu jam belajarnya habis magrib. Sedangkan untuk yang di SDN Pulorejo 1, jam belajarnya dimulai setelah kegiatan belajar di sekolah,” tegas cak Naryo.
Saat ini masih ada lembaga kursus yang masih aktif. Namun, lembaga kursus bahasa Inggris yang diluar kewenangan pemerintah kota Mojokerto yang menggunakan dana swadaya sendiri.
“Saat itu anggaran untuk menyewa tempat untuk lembaga kursus ada dari pemerintah. Dari 12 lembaga, 7 diantaranya yang dapat dana dari pemerintah, sisanya swadaya,” terang cak Naryo.
Menurut Naryo, hasilnya pun saat itu belum maksimal, banyak warga yang ikut dalam lembaga kursus belum bisa berbahasa Inggris. “Hasilnya masih belum maksimal, dan belum ada warga yang bisa bahasa Inggris,” tegasnya.
Cak Naryo menambahkan, tujuan kampung bahasa itu untuk menjadikan Pulorejo sebagai kampung bahasa seperti yang ada di Pare dan bisa mengangkat wisata yang ada di kota Mojokerto.
“Masih ada saat ini belum dibubarkan, tapi tidak ada aktivitas. Harapannya bisa berjalan lagi, dan saya pun mendukung jika dilanjutkan,” tandasnya.
Sukarti (57) warga Lingkungan Balongkrai Kelurahan Pulorejo salah satu warga yang saat itu pernah menjadi peserta di salah satu lembaga kursus yang ada di kampung bahasa mengaku bahwa ia pernah mengikuti kursus bahasa Inggris selama 2 bulan pada tahun 2017.
“Kurang lebih 2 bulan, tapi itu satu Minggu sekali, itu dulu setiap hari Senin. Jadi satu bulan 4 kali pertemuan,” kata Sukarti.
Sukarti menegaskan, waktu itu pelajaran bahasa Inggris yang diajarkan yang pertama adalah pelajaran bahasa yang digunakan sehari-hari. “Ya, diajarkan mengenal angka, terus di ajari mengenal alat-alat dapur dan perabotan rumah tangga,” ucapnya.
Kata Sukarti, pertama kali ada kampung bahasa, pesertanya cukup banyak. Namun lama-kelamaan banyak warga yang tidak lagi mengikuti pembelajaran bahasa inggris tersebut.
“Senang sekali, bisa nambah pengalaman. Meskipun hanya ibu rumah tangga, karena sekolah saya dulu juga hanya sebatas sampai SD saja,” ujarnya.
Sedangkan menurut Elis Puspita salah satu pembimbing di Kampung bahasa Pulorejo mengatakan, saat ini masih ada 7 sampai 8 lembaga bimbingan belajar yang masih aktif itupun dikelola dengan dana swadaya dari iuran para peserta setiap bulan.
Kata Elis, saat itu pada tahun 2017 peserta yang mengikuti kursus bahasa Inggris sekitar 250 orang yang terdiri dari unsur anak-anak dan orang dewasa.
“Untuk peserta dulu ada sekitar 250 orang, turun menjadi 100, turun lagi 25 Orang bahkan sampai sekarang sudah vakum. Tapi kita paguyuban tetap berjalan meskipun tidak ada support dari dinas terkait,” jelas Elis.
Pada awal-awal program kampung bahasa itu untuk biaya gaji pembimbing ditanggung oleh pemerintah kota Mojokerto. Namun sejak akhir tahun 2017 tidak ada lagi bantuan dana dari pemerintah.
Meskipun vakum, Elis tetap berupaya mengadakan pembelajaran bahasa inggris untuk anak-anak secara mandiri.
Menurut Elis, penyebab vakumnya progam kampung bahasa itu ada dua faktor dari masyarakat sendiri yang kurang antusias dan juga kurangnya dukungan dari pemerintah kota Mojokerto.
“Tutornya sudah berusaha keras, tapi bisa saja masyarakat sendiri yang kurang antusias atau kurangnya dukungan dari pemerintah,” paparnya.
“Dulu pertama kali antusias masyarakat luar biasa. Mungkin saat ini memang butuh dukungan dari pemerintah untuk menghidupkan lagi kampung bahasa Pulorejo,” imbuh Elis.(den/gan)