MOJOKRTO, Xtimenews.com – Petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim melakukan ekskavasi tahap keempat di situs Bhre Kahuripan atau yang dikenal dengan petilasan Tribhuwana Tunggadewi Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Ekskavasi situs Bhre Kahuripan yang diduga sebagai tempat pemujaan atau pendarmaan raja perempuan pertama Majapahit, Tribuana Tunggadewi ini bertujuan menampakkan struktur cagar budaya yang masih terpendam sehingga dapat dilakukan pengembangan pengetahuan sejarah kebesaran Kerajaan Majapahit.
Ketua tim Ekskavasi Situs Bhre Kahuripan, Pahadi mengatakan, ekskavasi tahap keempat ini digelar selama 24 hari yang dimulai sejak tanggal 27 September 2021 kemarin dan berakhir hingga 20 Oktober 2021.
“Ekskavasi ini tidak hanya bertujuan menggali potensi struktur saja. Tetapi sampai kepada aspek pengembangan dan pemanfaatannya untuk masyarakat,” kata Pahadi kepada wartawan, Selasa 28 September 2021.
Situs Bhre Kahuripan yang memiliki luas 28 X 28 meter itu bakal dibangun sebuah cungkup atau bangunan persegi yang mempunyai atap dengan konsep masa klasik.
“Kita juga menyiapkan titik-titik galian untuk persiapan tiang cungkup besar. Jadi di area itu nanti akan kita berikan atap pelindung. Cungkupnya dengan konsep yang sepadan dengan masa klasik,” ujarnya.
Sebanyak 7 tiang pancang bakal mengelilingi Situs Bhre Kahuripan. Posisi tiang pancang itu dipastikan berada di area yang steril dari tinggalan arkeologi.
“Tiga titik berada di sisi utara, tiga titik di sisi selatan dan satu titik di sisi timur. Nanti untuk sisi barat akan kita pertimbangkan lagi,” ucapnya.
Tak hanya itu, menurut Pahadi, pada tahun 2021 ini tim BPCB Jatim mencari potensi struktur cagar budaya yang masih terpendam di bagian sisi barat Situs Bhre Kahuripan.
“Potensi yang berada di barat itu harapan kita menemukan halaman Candi. Sekaligus mencari pagar, umumnya ada pagar antar halaman. Kemungkinan kalau kita menemukan itu maka komponen pembentukan situs menjadi lengkap,” jelasnya.
Ekskavasi tahap pertama situs purbakala yang selama ini terkubur di bawah petilasan Tribhuwana Tunggadewi digelar pada 19 Agustus 2019 untuk menyingkap struktur purbala yang masih terpendam. Selama 12 hari penggalian, pihaknya menemukan banyak struktur di sebelah utara dan barat yoni.
Struktur pertama berupa pagar dari bata merah kuno. Menurut dia, bangunan ini merupakan pagar luar dari situs Tribhuwana Tunggadewi. Struktur kedua berbentuk batur atau lantai sepanjang 13,6 meter. Bangunan dari susunan batu andesit berukuran besar ini terletak di antara pagar dan yoni.
Sementara struktur yang ditemukan di sebelah barat yoni berbentuk berundak seperti tangga. Bagian atas tersusun dari bata kuno, sedangkan bawahnya tersusun dari 7 lapis batu andesit.
Selain struktur bangunan, ekskavasi juga menemukan fragmen dari tanah liat dan batu andesit. Fragmen berupa pecahan genteng dan batu berukir menunjukkan kesamaan periode dengan situs Sumur Upas dan situs Grogol di Trowulan.
Pahadi memperkirakan, situs Tribhuwana Tunggadewi berupa tempat pemujaan tunggal. Tempat pemujaan ini tidak mempunyai candi-candi pendukung.
“Kalau dilihat ternyata adalah masanya Tribhuwana Tunggadewi, kurang lebih. Dewi ini merupakan generasi ke 3 dari Majapahit, itu kalau kita melihat periodisasi. Strukturnya bermacam-macam, yang pertama yang kita temukan ada struktur berdimensi 14×14 meter itu hasil Ekskavasi tahun 2020,” ungkapnya.
Selain itu pada tahun 2020 juga mengungkap adanya pola struktur membentuk tangga masuk ke Candi di sisi barat, dari hasil tersebut interpretasi awal terhadap struktur adalah menunjukkan Candi di situs Bhre Kahuripan menghadap ke barat.
“Yang menarik adalah ada batu relief, atau yang bisa kita namakan sebagai Astadikpalaka, batu itu ada disetiap sudut struktur dan tengah,” tegasnya.
Menurut Pahadi, dari beberapa hasil kajian berkaitan dengan bangunan suci masa klasik, jika memang terdapat batu relief atau Astadikpalaka diyakini bangunan tesebut merupakan bangunan suci untuk proses pemujaan.
“Hanya saja pemujaan untuk siapa? Ini yang masih kita cari data-datanya. Kalau ditarik periodisasi memang jatuhnya ke Tribhuwana Tunggadewi,” tandasnya.(dn/gan)