MOJOKERTO, Xtimenews.com – Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Amanatul Ummah KH Asep Syafudin Chalim menyatakan menolak penggunaan vaksin Astrazeneca di lingkungan Ponpes. Asep menyebut vaksin Astrazeneca haram bagi umat muslim, ia mengusulkan pemerintah memvaksinkan kepada kaum non muslim.
Hal itu dikatakan Kyai Asep saat menggelar jumpa pers di aula Institut pesantren KH Abdul Chalim di Dusun Bendorejo Desa Bendunganjati Kecamatan Pacet.
“Saya selamatkan umat muslim, vaksin Astrazeneca itu untuk yang non muslim saja,” kata Kyai Asep kepada wartawan, Jumat (27/3/2021).
Kiai Asep berharap, pemerintah tidak lagi menggunakan Astrazeneca untuk vaksinasi COVID-19 di Jatim. Ia meminta pemerintah mendatangkan lagi selain vaksin Astrazeneca.
“Indonesia iki kaya, masih banyak vaksin lain. Menunggu tidak masalah, tiga bulan, setahun tidak akan mati. Bukan darurat kalau seperti itu,” ujarnya.
Kyai Asep menyebut vaksin Astrazeneca haram secara mutlak di Ponpes Amanatul Ummah dan Institut pesantren KH Abdul Chalim baik yang di Dusun Bendorejo Desa Bendunganjati Kecamatan Pacet Mojokerto maupun yang ada di Surabaya.
Menurut dia dalam Fatwa MUI menyatakan Haram Mubah liddoruroti artinya asalnya barang haram, namun boleh digunakan ketika dalam keadaan bahaya atau darurat.
Namun kata Kyai Asep, belasan ribu murid di Pondok Pesantren Amanatul Ummah sampai detik ini tidak ada yang terpapar COVID-19, sehingga keadaan darurat ini hilang dan yang ada vaksin Astrazeneca haram (terlarang) secara mutlak.
“Kalau di Amanatul Ummah ini tidak ada darurat. Karena selama satu tahun tidak ada yang terpapar COVID-19, baik yang di Ponpes ataupun di Institut, belasan ribu pengasuh dan murid tidak ada yang terpapar. Jadi keadaan darurat ini hilang, haram vaksin Astrazeneca untuk Amanatul Ummah,” jelasnya.
Menurut Asep, fatwa MUI Jatim dibuat secara asal-asalan tanpa ada konsideran, kajian ilmiah, dan kajian akademis dinilai buruk. Pasalnya MUI Jatim memfatwakan vaksin Astrazeneca dengan alasan istikhalah (barang yang aslinya haram menjadi halal) dan dihukumi Halalan Toyyiban (diizinkan dengan kualifikasi baik).
“Bahaya sekali ini, kalau fatwa MUI Jatim tidak dicabut, itu bahaya sekali ini adalah pintu masuk semua produk babi halal. Karena semua produk babi itu dengan istikhalah semua, padahal istikhalah dan iklhak itu tidak ada dengan adanya intifaq,” ungkapnya.(den/gan)