MOJOKERTO, Xtimenews.com – Sebanyak 287,7 ton jahe (Zingiber officinale Rosc) asal India dan Myanmar yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak dimusnahkan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan), Jumat, 26 Maret 2021.
Ribuan ton jahe impor ini dimusnahkan menggunakan alat pembakar bersuhu tinggi atau incenerator milik PT Hijau Alam Nusantara (HAN) Desa Manduro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Lantaran, tidak memenuhi persyaratan karantina pertanian.
Pemusnahan dilakukan oleh Sekretaris Barantan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin, pejabat Bea Cukai Tanjung Perak, TNI/POLRI, dan pengusaha pemilik komoditas.
Sekretaris Barantan Wisnu Haryana menjelaskan, total ada tiga importir yang harus melakukan pemusnahan ini. Yakni, PT. Indopax Tranding dari Jambi sebanyak 9 kontainer, PT. Putra Jaya abadi dari Palembang, dan PT. Mahan Indo Global dari Surabaya masing-masing 1 kontainer.
Sementara, sepekan lalu pihaknya memusnahkan 108 ton jahe (Zingiber officinale Rosc.) asal Vietnam dan Myanmar yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
“Tindakan penolakan yang dilanjutkan dengan pemusnahan, tentu sudah melalui kajian dan hasil analisa risiko. Ini pilihan terbaik guna menjaga produktivitas dan melindungi kelestarian sumber daya pertanian tanah air,” ungkapnya.
Wisnu menjelaskan, tahapan pemusnahan dilakukan setelah adanya pemeriksaan fisik, dan laborarorium oleh pejabat karantina tumbuhan komoditas segar asal impor. Terdeteksi ribuan ton jahe tidak memenuhi persyaratan karantina, serta berpotensi membawa hama penyakit tumbuhan sehingga dilakukan tindakan penolakan.
“Masuknya Desember 2020 tahun. Lalu pemilik telah diperintahkan untuk segera mengeluarkan komoditas dari wilayah NKRI. Tapi sampai dengan batas waktu yang ditentukan, tidak dilakukan sehingga harus dilanjutkan dengan tindakan pemusnahan,” tegas Wisnu.
Pelaksanaannya dilakukan sesuai Pasal 45 dan 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Lanjut Wisnu, seluruh biaya pemusnahan menjadi tanggung jawab pemilik sesuai Pasal 48 ayat 3.
Terlebih, kemampuan produksi jahe nasional harus dijaga, jika terserang hama asal luar negeri yang belum ada sebelumnya maka potensi kerugian pada tingkat produksi ditaksir mencapai Rp 3,4 triliun.
“Ini belum termasuk biaya upaya eliminasi, yang bisa memakan waktu entah berapa tahun, dan biaya ekonomi lainnya yang harus ditanggung, inilah hitung-hitungan yang harus kita jaga,” tukasnya.
Sementara, Kepala Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak menjelaskan secara teknis dan administrasi importasi jahe tersebut sudah terpenuhi. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan jahe tersebut kotor, bertanah, dan mengandung parasit nematoda berjenis Aphelenchoides fragrariae.
“Deklarasi karantina negara asal melalui Phytosanitary Certificate (PC) dari negara asal bahwa komoditas sehat dan aman ternyata tidak sesuai,” tegasnya.
Selain itu, Musyaffak menambahkan jahe impor tidak memenuhi peraturan internasional (ISPM 20 dan 40), komoditas impor yang masuk diwilayah kerjanya ini juga tidak terpenuhinya persyaratan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 25 tahun 2020, tentang adanya 166 jenis OPTK yang bisa terbawa melalui tanah. “Untuk itu diperlukan sinergitas antar pemangku kebijakan,” pungkasnya.
Barantan sebagai institusi layanan publik memiliki tugas dan fungsi untuk menjaga keamanan dan pengendalian mutu pangan dan pakan asal produk pertanian sesuai UU Nomor 21 tahun 2019. Terlebih sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dimana Barantan berkomitmen menjalankan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut.
Sekaligus menyelenggarakan perkarantinaan hewan dan tumbuhan dalam satu sistem yang berdasarkan asas kedaulatan, keadilan, perlindungan, keamanan nasional, keilmuan, keperluan, dampak minimal, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi dan kelestarian.
Untuk itu, Wakil Ketua Komisi IV Hasan Aminuddin meminta hal seperti ini jangan sampai terulang lagi. Pasalnya, pemusnahan ribuan jahe dianggap melukai rakyat di tengah-tengah pandemi Covid-19.
“Sebagai wakil rakyat, saya akan duduk ditengah-tengah. Kita awasi jalannya undang-undang dan peraturan yang berlaku,” ucap Hasan.
Ia mengajak, pelaku usaha untuk mengekspor komoditas pertanian dari Jawa Timur. Kedepan yang terpenting, menurut Hasan adalah Kementan, dinas pertanian dan pelaku usaha merumuskan upaya peningkatan produksi jahe.
“Kebutuhan dalam negeri dan luar negeri sangat besar. Saya mendapat laporan jahe kita juga sudah diekspor ke 30 negara. Mari kita fokus dan jangan lagi ada impor jahe, apalagi yang terkontaminasi tanah, berpenyakit, dan beberapa busuk,” tandasnya.(dn/gan)