SIDOARJO, Xtimenews.com – Pasangan suami istri (pasutri) yang terjerat kasus pelanggaran ITE di Sidoarjo hari ini menjalani sidang pertama di Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan agenda pembacaan dakwaan. Mereka adalah Guntual Laremba dan Tuty Rahayu.
Guntual dan Tuty dilaporkan oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo atas kasus pelanggaran ITE yang terjadi pada bulan Juli 2018 lalu. Mereka berdua menjadi korban kasus perbankan yang melibatkan mantan Direktur BPR Jati Lestari, Djoni Harsono sebagai terdakwa. Dalam sidang ini, Djoni divonis bebas oleh PN Sidoarjo.
Merasa dirugikan dan kecewa dengan putusan majelis hakim, Guntual dan Tuty membuat kericuhan di dalam ruang sidang dan merekamnya kemudian mengunggah video tersebut ke media sosial sehingga viral. Lantaran video tersebut Guntual dan Tuty hari ini menjalani sidang pertama di PN Sidoarjo.
Sidang dimulai sekira pukul 13.00 WIB dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Isnurul Syamsul Arif bersama Teguh dan Afandi sebagai hakim anggota. Selain itu, empat Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo juga turut hadir dalam sidang tersebut
Sempat terjadi perdebatan sengit dalam sidang yang berdurasi hampir 30 menit tersebut. Terdakwa Guntual Laremba bersama istrinya, Tuty Rahayu hadir di persidangan memakai baju toga, sesuai dengan profesinya sebagai seorang pengacara. Hal inilah yang menjadi pemicu perdebatan antara kedua terdakwa melawan majelis hakim. Menurut majelis hakim, sebagai terdakwa tidak diperbolehkan memakai baju toga. Hanya majelis hakim, JPU, dan kuasa hukum saja yang diperbolehkan memakai baju toga.
Rommel Sihole selaku kuasa hukum terdakwa mengatakan dirinya tidak sependapat dengan majelis hakim yang tidak memperbolehkan terdakwa memakai baju toga ketika sidang, karena menurutnya tidak ada peraturan yang melarang hal tersebut.
“Jika tidak ada aturan yang melarang harus dimaknai boleh. Sehingga klien kami bersikeras tetap menggunakan atribut advokat itu sah sah saja,” ucap Rommel Kamis (28/1/2021).
Kembali dikatakan Rommel, yang menjadi substansi disini adalah pada saat penyidikan pihaknya mendampingi terdakwa di Polresta Sidoarjo. Kepada penyidik, Rommel mempertanyakan legal standing dari pelapor yang diketahui sebagai Sekretaris PN Sidoarjo yang mendapat surat tugas dari Ketua PN Sidoarjo karena pada saat itu tidak berada ditempat.
Sehingga legal standing menjadi benar karena ada surat tugas. Namun representasinya sebagai Ketua PN bukan Sekretaris PN. Menurut Rommel, sesuai dengan Pasal 17 ayat (5) berikut dengan penjelasannya UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. PN Sidoarjo adalah layanan persidangan masyarakat bukan persidangan hakim. Oleh karena itu Rommel menilai PN Sidoarjo tidak netral dalam menangani kasus tersebut.
“Berdasarkan pasal tersebut, maka PN Sidoarjo tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Kami berharap sidang digelar di PN lain yang lebih netral,” paparnya.
Dipertengahan sidang, majelis hakim sempat mengatakan kepada terdakwa bahwa hidup mereka kacau. Menanggapi hal ini, Rommel mengatakan pihaknya akan menempuh jalur hukum karena dianggap kalimat tersebut tidak pantas diucapkan dalam persidangan.
“Tentu kami akan menempuh jalur hukum mengenai kalimat ini, karena kalimat ini kami anggap tidak pantas,” kata Romel usai sidang.
Selanjutnya, karena terdakwa Guntual menyatakan keberatan jika perkaranya disidangkan di PN Sidoarjo, maka majelis hakim menutup sidang tepat pada pukul 13.26 WIB. (vin/den/gan)