MOJOKERTO, Xtimenews.com – Diskusi terbatas membahas surat dari Dewan Pers perihal pendataan perusahaan pers di Indonesia bertempat di kantor redaksi media cetak dan online Jatim Pos, Jalan Taman Apsari Surabaya, Selasa (29/9/2020).
Diskusi terbatas tersebut dihadiri oleh Ketua FKPRM (Forum Komunikasi Pemimpin Redaksi Media) Jawa Timur, Agung Santoso , Wakil Ketua SMSI Jatim, M.Sokip, Ketua JMSI dan Sekretaris PWI Jatim, Eko Pamuji, Sekretaris JMSI dan Wakil Bendahara PWI Jatim, Syaiful Anam.
Tema yang diambil dari diskusi tersebut yaitu “Perlu pelimpahan wewenang dari Dewan Pers (DP) kepada Pemda atau dengan kata lain memberdayakan keberadaaan Dinas Kominfo (Komunikasi dan Informasi) berkenaan dengan pendataan perusahaan pers di Indonesia yang setiap tahun berlangsung’’.
Diskusi yang diawali oleh Agung Santoso yang mengangkat tentang pendataan perusahaan pers di Indonesia dilakukan oleh dewan pers yang setiap tahun berlangsung, namun masih belum tuntas, karena banyaknya jumlah media, terutama media online yang sudah menembus lebih dari 40.000 di banding dengan tenaga , waktu yang di miliki dewan pers.
Dari data yang diinformasikan oleh dewan pers akhir Mei 2020, jumlah media yang terdata di dewan pers hanya 1.366 terverifikasi (administratif dan faktual). Hal ini menurut dewan pers karena keterbatasan sumber daya, baik tenaga, anggaran maupun waktu.
‘‘Pelimpahan wewenang kepada Pemda melalui Kominfo yang selanjutnya bekerja sama dengan sebuah lembaga independen merupakan jalan keluar untuk percepatan pendataan perusahaan pers di Indonesia,’’ jelas Sokip .
Sementara Eko Pamuji, tidak setuju dengan dikembalikan kewenangan untuk pendataan perusahaan pers di Indonesia kepada institusi Pemerintah, karena di kuatirkan turut campurnya pemerintah terlalu jauh dalam hal pemberitaan, sehingga tidak ada independen lagi.
‘’Semua itu bisa di atur, meski harus melibatkan institusi Pemerintah,’’ ujar Agung dengan nada agak tinggi.
Kominfo, lanjut Agung, adalah lembaga pemerintah yang semuanya bisa dipertanggungjawabkan, sekarang tinggal di atur dengan baik supaya bisa independen, harus melibatkan pihak ketiga, misalnya dewan pers bekerjasama dengan salahsatu lembaga swasta di setiap Provinsi, Kabupaten dan Kota. Selanjutnya dibuka pendaftaran untuk menjadi anggota dewan pers di tempatkan di daerah, dalam hal ini kantor Kominfo.
Semua program tambah Agung, harus menurut aturan dewan pers dengan mengacu pada UU Pers.
’’Dengan memberdayakan Kominfo, maka semua bisa teratasi seperti yang di kemukan oleh dewan pers, keterbatasan waktu, tenaga dan biaya,’’ tegas Agung.
Masih menurut Agung, melakukan pendataan saja untuk mengetahui media yang sesuai aturan harus berbadan hukum, ada penanggungjawab dan sebagainya sesuai surat dewan pers tertanggal 26 Agustus 2020 bukan hal yang sulit.
‘’Pemda buat isian, kemudian dari masing-masing media mengembalikan, selanjutnya di informasikan kepada dewan pers, ini loo dewan pers yang media sudah terverifikasi dan belum. Apa cukup itu? Apakah dewan pers tupoksinya hanya verifikasi perusahaan pers dan memberi rekomendasi terhadap lembaga penguji untuk mengadakan UKW? Jawabnya tidak sesederhana itu Tupoksi dewan pers. Lalu yang melakukan pembinaan dan pengawasan secara utuh setelah pendataan siapa ?,’’ ungkapnya yang juga di amini Syaiful Anam. (gan)