Jumat, November 22, 2024
BerandaIndexHeadlineTingginya Biaya SMA dan SMK Negeri di Mojokerto, Sekolah Sebut Bantuan Pemerintah...

Tingginya Biaya SMA dan SMK Negeri di Mojokerto, Sekolah Sebut Bantuan Pemerintah Minim

MOJOKERTO, Xtimenews.com – Masih mahalnya biaya pendidikan SMA dan SMK negeri di Mojokerto di tengah pandemi COVID-19, dikeluhkan para orang tua siswa. Pihak sekolah terpaksa menarik biaya yang tergolong tinggi karena minimnya bantuan dari pemerintah. Sehingga pendidikan masih jauh dari kata gratis.

Kepala SMAN 2 Kota Mojokerto Suyono mengatakan, setiap siswa membutuhkan biaya Rp 4.500.000-6.000.000 per tahun agar kegiatan pendidikan berjalan optimal. Baik untuk kegiatan akademis maupun nonakademis.

Sementara bantuan dari pemerintah masih jauh untuk menutup biaya yang dinilai ideal tersebut. Pemerintah pusat hanya mengucurkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp 1.500.000 untuk setiap siswa per tahun. Sedangkan biaya penunjang operasional penyelenggaraan pendidikan (BPOPP) dari Pemprov Jatim hanya Rp 95.000 per siswa per bulan atau sekitar Rp 1.140.000 per tahun.

“Beberapa waktu lalu kami dapat dari Pemprov Jatim Rp 95.000 per siswa per bulan. Ternyata sampai Juni, vakum. Sehingga agar kegiatan tetap jalan (tahun ajaran 2020/2021), kami menyampaikan partisipasi masyarakat,” kata Suyono, Jumat (31/7/2020).

Saat memasuki tahun ajaran baru 2020/2021, lanjut Suyono, pihaknya menyusun Rencana Kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS). Dari perencanaan tersebut diketahui kegiatan-kegiatan siswa yang tidak bisa dibiayai dana BOS dari pemerintah pusat. Karena sejak BPOPP dari Pemprov Jatim tak mengalir, praktis sekolah hanya mengandalkan dana BOS.

“Kalau tidak tercover (BOS), maka dari sumber lain. Salah satunya dari partisipasi masyarakat (orang tua siswa). Kegiatan-kegiatan yang butuh sumbangan masyarakat kami ajukan ke komite sekolah supaya dibantu penggalangan dana. Hasil musyawarah orang tua siswa dengan komite, kami menerima kesanggupan dan teknis pembayarannya,” terangnya.

Setelah melalui mekanisme tersebut, kata Suyono, muncul besaran biaya yang dibebankan kepada para orang tua siswa. Setiap wali murid menanggung biaya daftar ulang dan sumbangan partisipasi masyarakat Rp 2.550.000 sampai Rp 3.150.000 selama tahun ajaran 2020/2021. Itu belum termasuk biaya seragam untuk siswa kelas 10. Sekolah negeri ini mempunyai 1.129 siswa.

Terdiri dari biaya daftar ulang pada awal tahun ajaran baru Rp 900.000 per siswa. Meliputi untuk program sekolah adiwiyata Rp 100.000, tabungan studi edukasi bulan Juli Rp 100.000, penunjang peningkatan prestasi akademik Rp 150.000, penunjang peningkatan prestasi nonakademik Rp 150.000, kepramukaan dan kesiswaan Rp 100.000, kalender pendidikan Rp 50.000, dies natalis sekolah Rp 100.000, serta sumbangan pengembangan sekolah (SPS) untuk bulan Juli Rp 150.000.

Sedangkan sumbangan partisipasi orang tua siswa dibayar setiap bulan sepanjang tahun ajaran 2020/2021. Yaitu Rp 150.000 untuk siswa kelas 11 dan 12, serta Rp 200.000 untuk setiap siswa kelas 10. Jika ditotal selama 11 bulan ke depan, sumbangan yang harus dibayar setiap orang tua siswa Rp 1.650.000-2.200.000.

“Biaya itu tidak bisa dihindari karena kebutuhan siswa. Namun, siswa tidak mampu kami akomodir. Harus menunjukkan bukti-bukti kalau tidak mampu, juga kami survei ke rumahnya,” ujarnya.

Oleh sebab itu Suyono menegaskan, pendidikan di Mojokerto masih jauh dari kata gratis. Menurut dia, kondisi serupa juga terjadi di daerah-daerah lainnya. Dia pun berharap pemerintah tidak mudah mengumumkan pendidikan gratis agar tidak memicu perdebatan di masyarakat.

“Tolong para pejabat dan politikus jangan sekali-kali menyebut gratis kalau tidak bisa mem-backup. Yang terjadi sekarang memberi (bantuan) kurang dari kebutuhan sudah mengklaim gratis karena merasa sudah membiayai. Itu namanya tidak mendidik,” tegasnya.

Hal senada dikatakan Kepala SMAN 1 Kota Mojokerto Imam Wahjudi. Pihaknya terpaksa menarik biaya pendidikan dari para orang tua siswa lantaran dana BOS tidak cukup untuk membiayai semua kegiatan siswa selama satu tahun.

“Hitungan kebutuhan siswa per tahun per anak antara Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. Sedangkan dana BOS hanya Rp 1,5 juta per anak per tahun. Sehingga kekurangannya Rp 3,5 juta. Bantuan Pemprov Jatim hanya 50 persen. Januari sampai Maret kami dibayar penuh, artinya sudah cair 25 persen. Tiba-tiba Maret ada info itu (BPOPP cair hanya 50 persen). Maka sisa dari 25 persen harus dicukupkan sampai Desember. Artinya, hanya cukup sampai Juni. Sehingga Juli kami omong-omongkan dengan orang tua siswa,” jelasnya.

Pihak sekolah negeri di Jalan Irian Jaya, Kota Mojokerto ini akhirnya membebankan kekurangan biaya pendidikan kepada para orang tua siswa. Sekolah yang mempunyai 930 siswa ini menarik dua macam biaya untuk tahun ajaran 2020/2021. Yakni daftar ulang dan sumbangan partisipasi masyarakat yang nilainya Rp 3.035.000-3.135.000 per siswa.

Biaya daftar ulang di sekolah ini ternyata ada dua macam. Yaitu Rp 935.000 untuk setiap siswa kelas 10 dan 11, serta Rp 835.000 untuk masing-masing siswa kelas 12. Detikcom mendapatkan data rincian biaya daftar ulang kelas 11 dan 12 SMAN 1 Kota Mojokerto.

Biaya daftar ulang kelas 11 yakni untuk hewan kurban Rp 75.000, tabungan studi observasi dan dunia usaha Rp 400.000, kepramukaan dan kegiatan kesiswaan yang tak dibiayai BOS dan BPOPP Rp 210.000, wisuda purna Rp 150.000, serta kalender dan majalah sekolah dua kali terbit Rp 100.000.

Sedangkan biaya daftar ulang siswa kelas 12 untuk gewan kurban Rp 75.000, penunjang kegiatan akademik kelas 12 Rp 300.000, kepramukaan dan kegiatan kesiswaan yang tak dibiayai BOS dan BPOPP Rp 200.000, wisuda purna Rp 160.000, serta kalender dan majalah sekolah dua kali terbit Rp 100.000.

SMAN 1 Kota Mojokerto juga menarik sumbangan partisipasi orang tua siswa pada tahun ajaran 2020/2021. Nilainya Rp 2.200.000 per siswa, atau Rp 200.000 jika dibayar setiap bulan. Sumbangan tersebut akan digunakan untuk dana SOPP Rp 95.000, peningkatan mutu pelayanan pendidikan Rp 30.000, perawatan dan perbaikan sarana prasarana Rp 25.000, pengembangan diri Rp 25.000, UKS Rp 5.000, serta adiwiyata Rp 20.000.

“Kami tetap memberikan kelonggaran. Itu bukan harga mati. Bagi yang tak mampu bisa minta keringanan, bahkan dibebaskan,” tandas Imam.

Mahalnya biaya pendidikan jenjang SMA dan SMK di Mojokerto dikeluhkan para orang tua siswa. Terlebih lagi, kondisi perekonomian mereka saat ini belum pulih dari sampak pandemi virus Corona.(dn/gn)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments