MOJOKERTO, Xtimenews.com – Struktur dari bata merah berbentuk talud kuno atau tembok penguat tanah diperkirakan mengelilingi sebuah kompleks bangunan suci. Bangunan yang diduga berbentuk candi itu diyakini menjadi tempat pendharmaan 2 raja Singosari pada abad 13 masehi.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, talud ini diperkirakan dibangun mengelilingi sebuah kompleks bangunan suci.
Bangunan suci yang dikelilingi talud ini, diperkirakan salah satunya berupa candi. Karena pihaknya menemukan sejumlah antefiks dan batuan candi sekitar 20 meter di sebelah barat talud. Antefiks merupakan unsur banguan yang berfungsi sebagai hiasan bagian luar pada candi.
“Antefiks dan batuan candi kami temukan di tempat yang sekarang menjadi pemakaman umum,” kata Wicaksono kepada wartawan di lokasi ekskavasi Situs Kumitir, Kamis (31/10/2019).
Lebih lanjut ia menegaskan, bangunan suci tersebut, diyakini menjadi tempat pendharmaan 2 raja Singosari. Yaitu Mahesa Cempaka dan Wisnu Wardhana. Mahesa Cempaka merupakan putra Ken Arok dan Ken Dedes. Dia juga kakek dari Raden Wijaya, raja pertama Majapahit. Sedangkan Wisnu Wardhana putra dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes.
Raja Mahesa wafat pada 1286 masehi. Untuk mengenang kematiannya, dibangunlah kompleks tempat suci di Desa Kumitir. Selain sebagai monumen untuk mengenang Raja Mahesa, bangunan suci tersebut sekaligus menjadi tempat pemujaan.
“Di dalam naskah Negarakertagama, Raja Hayam Wuruk menyebutkan ada pendharmaan di sini. Disebutkan Mahesa Cempaka didharmakan di Kumitir mendampingi Wisnu Wardhana. Dalam Pararaton yang ditulis 300 tahun setelah Majapahit, Kumitir disebut Kumeper,” terang Wicaksono.
Semasa hidupnya, Mahesa Cempaka dan Wisnu Wardhana menjadi Raja Singosari secara bersama-sama. Kedua raja ini menjadi ahli waris karena sama-sama menjadi keturunan Ken Dedes dari ayah yang berbeda.
“Zaman Singosari terjadi perebutan kekuasaan antara keturunan Ken Arok-Ken Dedes dengan keturunan Tunggul Ametung-Ken Dedes. Pada masa Wisnu Wardhana, Mahesa Cempaka juga diangkat sebagai raja. Dalam Pararaton digambarkan sebagai ular berkepala dua. Wisnu Wardhana mendamaikan pewaris tahta Singosari,” ungkap Wicaksono.
Bangunan suci tersebut, terang Wicaksono, diperkirakan dipertahankan hingga zaman Majapahit. Karena raja ketiga Majapahit, Hayam Wuruk diyakini gemar merenovasi bangunan candi peninggalan kerajaan terdahulu.
“Situs Kumitir menjadi bagian dari Kota Majapahit. Kemungkinan ada renovasi karena Hayam Wuruk senang merenovasi candi-candi lama. Contohnya Candi Jawi, Candi Singosari,” jelasnya.
Pembangunan talud yang kini sedang diekskavasi, tambah Wicaskono, dibangun pada masa Majapahit. Salah satu fungsinya untuk menghalau banjir luapan Sungai Brangkal. Sungai yang menjadi batas timur Kota Majapahit itu diperkirakan dekat dengan situs Kumitir pada masa lampau.
“Kami perkirakan struktur talud ini sisi timur dari Majapahit. Yang disebutkan bahwa keraton Majapahit dikelilingi tembok-tembok. Mungkin kami menemukan sisi timur kedaton Majapahit yang posisi tengahnya di sumur upas, segaran,” pungkasnya.(den/gan)