MOJOKERTO, Xtimenews.com – Kasus pernikahan dini menjadi salah satu pemicu banyaknya perceraian pasangan muda di Mojokerto. Hal ini dibuktikan dengan adanya 1.201 janda muda dalam kurun waktu setahun.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Mojokerto Supardi mengatakan, pada tahun 2019 ini terhitung dari bulan Januari hingga Agustus tercatat di Pengadilan Agama (PA) Mojokerto sudah menerbitkan 90 dispensasi nikah atau pernikahan anak di bawah umur. Mirisnya, mereka yang mendaftar dispensasi nikah masih berusia 16 tahun kebawah untuk yang perempuan, sedangkan yang laki-laki masih berusia 18 tahun kebawah.
Sedangkan pada tahun 2018 lalu, jumlah pernikahan anak di bawah umur mencapai 117 kasus. Pernikahan dini dipicu karena kebanyakan anak dibawah umur hamil di luar nikah. Pemicu lainnya karena kekhawatiran para orang tua terhadap anak-anak mereka melanggar norma agama maupun kesusilaan.
“Tahun ini 52 kasus pernikahan dini karena hamil duluan, tahun lalu 56 kasus,” kata Supardi, Kamis (12/9/2019).
Wakil Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Mojokerto Hamidah menyebut, pernikahan anak di bawah umur menjadi salah satu pemicu tingginya angka perceraian pasangan muda.
Menurut dia, pasangan yang menikah dini belum siap secara psikis dan finansial untuk membangun rumah tangga.
“Saya sering menangani kasus pernikahan dini kemudian tak lama bercerai. Sering kali pernikahan hanya untuk melegalkan anak hasil hubungan mereka sebelum menikah,” tegasnya.
Sementara menurut data dari Pengadilan Agama Mojokerto, jumlah kasus perceraian sepanjang 2018 mencapai 2.992, pada tahun 2019 terhitung hingga bulan Agustus tahun 2019, perceraian mencapai 2.427 kasus.
Pada tahun ini di Kecamatan Ngoro masih menjadi yang tertinggi dengan 187 kasus penceraian. Disusul 163 kasus di Kecamatan Pungging, 159 kasus di Kecamatan Mojosari, 157 kasus di Kecamatan Sooko, serta 151 kasus di Kecamatan Trowulan.
Ribuan kasus perceraian yang terjadi tahun ini paling banyak dialami oleh pasangan muda dengan rentang usia 20-30 tahun. Jumlahnya mencapai 1.201 kasus. Perceraian usia 30-40 tahun sejumlah 1.103 kasus, sedangkan usia di atas 40 tahun hanya 688 kasus. Dengan begitu, tahun ini saja terdapat 1.201 janda muda di Kabupaten Mojokerto.
“Tingginya kasus pernikahan dini dipicu oleh beberapa faktor. Antara lain pergaulan bebas, masih mudahnya remaja mengakses konten pornografi di internet, serta minimnya perhatian dan pengawasan para orang tua. Oleh sebab itu para orang tua perlu mengontrol pergaulan dan tontonan anak-anak,” tegas Hamidah.
Masih kata Hamidah, akibat banyaknya pernikahan anak di bawah umur banyak menimbulkan dampak negatif. Salah satunya dampak kesehatan bagi bayi yang mereka kandung.
“Bayi yang dilahirkan dari pernikahan dini cenderung kurang sehat. Karena pasangan anak di bawah umur cenderung belum siap menjadi orang tua,” jelasnya.
Menurut Hamidah, kebanyakan anak-anak yang menikah belum bekerja dan masih bergantung kepada orang tua. “Kalau orang tua mereka tidak mampu, mereka akhirnya kerja asal-asalan. Ekonomi mereka juga carut-marut,” jelasnya.
Hamidah berharap pihak di Pemkab Mojokerto terutama Dinas Kesehatan dan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Kabupaten Mojokerto, agar menangani kasus pernikahan dini dengan cara melakukan penyuluhan ke masyarakat.
“Dinas
Kesehatan dan KB harus lebih kencang lagi memberikan penyuluhan ke
kalangan pelajar dan organisasi kepemudaan. Utamanya soal alat
reproduksi dan bahayanya ketika terlalu dini menggunakan alat
reproduksi,” pungkasnya.(den/gan)