MOJOKERTO, Xtimenews.com – Pidana tambahan kebiri kimia yang diberikan kepada M Aris (20) warga Desa Mengelo Kecamatan Sooko, Mojokerto terdakwa kasus pelecehan seksual dan penganiayaan terhadap anak. Pengadilan negeri Mojokerto menilai sudah sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016 dalam ketentuan Pasal 81 ayat 5 dan ayat 7.
Erhhamudin, Humas pengadilan negeri Mojokerto menjelaskan, terdakwa atas nama Aris terdaftar dalam kejaksaan negeri Kabupeten dan Kota Mojokerto. “Ada dua perkara, di kabupaten terdaftar dalam nomor 69 Pidsus Tahun 2019, dan di Kota Mojokerto terdaftar dalam nomor 65. Untuk perkara pidana tambahan kebiri kimia itu dalam perkara kabupaten nomor 69,” kata Erhhamudin dikantor Pengadilan negeri Mojokerto, Senin (26/08/2019).
Menurut dia, jaksa mendakwa secara subsidiritas primer Pasal 81 76d Pasal 81 ayat 1 sub 76e Pasal 81 ayat 1. Sedangkan mengenai pidana tambahan kebiri kimia tersebut berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2016.
“Dalam ketentuan pasal 81 ayat 5 dan ayat 7 yang menyatakan bahwa salah satunya adalah lebih dari satu kali, dalam undang-undang ketentuan maksimal bisa ditambah,” bebernya.
Dalam pasal 81 ayat 5 ancaman 15 tahun maksimal bisa sampai 20 tahun, seumur hidup maupun hukuman mati. “Dalam pasal 81 ayat 7 disitu apabila ketentuan pasal 5 diberlakukan maka bisa dikenai pidana tambahan kebiri kimia,” tegas Erhhamudin.
Dalam perkara tersebut, lanjut Erhhamudin, menurut majelis hakim unsur-unsur yang diberikan tersebut telah terbukti oleh terdakwa. Putusan tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan sehingga majelis hakim pengadilan negeri Mojokerto memberikan pidana tambahan kebiri kimia.
“Untuk perkara ini sudah inkrah karena diterima oleh pengadilan negeri Mojokerto pada tanggal 24 Juli dan tanggal 25 Juli sudah diserahkan kepada penuntut umum eksekutor,” ujarnya.
Meskipun dalam tuntutan tidak ada, putusan majelis hakim memutuskan pidana tambahan kebiri kimia. “Patokan kami adalah sesuai undang-undang nomor 17 tahun 2016. Dalam pasal 81 ayat 5 dan ayat 7, jelas sekali lebih dari satu kali bisa dikenai pidana tambahan,” ungkapnya.
Erhhamudin menceritakan, korban rata-rata anak yang masih usia 5 tahun atau masih sekolah tingkat taman kanak-kanak (TK). Pelaku melakukan kejahatan secara acak, dia berkeliling kompleks keliling sekolah, melihat anak kecil langsung mendekat dan melakukan pemerkosaan.
“Dalam hasil visum membuktikan kelamin anak itu robek. Itu kejahatan yang sangat serius dan harus diberikan efek jera bagi terdakwa dan juga untuk pembelajaran bagi masyarakat. Dalam pertimbangannya agar hal yang semacam ini tidak terjadi di Indonesia,” tandas Erhhamudin.(den/gan)