Caption : Massa sujud syukur di depan PN Mojokerto.(foto istimewa/xtimenews)
MOJOKERTO, Xtimenews.com – Sidang praperadilan yang diajukan oleh tersangka ujaran kebencian Heru Ivan Wijaya kepada Kapolres Mojokerto, AKBP Setyo Koes Heriyatno, ditolak oleh hakim tunggal Juply S Pansariang Pengadilan Negeri Kabupaten Mojokerto Jalan RA Basuni, Kamis (11/4/2019).
Penetapan Heru Ivan Wijaya sebagai tersangka dan dituduh melanggar Pasal 45A juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 tahun 2008 tentang ITE itu dinilai cacat hukum oleh kuasa hukum.
Pantauan di lokasi ratusan massa melakukan orasi di depan PN Mojokerto dengan membawa bendera tauhid dan badner dengan tulisan ‘Jangan Kriminalisasi Ulama’ ‘Tolak Setiap Upaya Kriminalisasi Ulama’.
Mereka datangi PN Mojokerto untuk mendukung Heru Ivan Wijaya yang dulu pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur, salah satu Organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dibubarkan oleh pemerintah.
“Takbir, Allahuakbar,,,, Allahuakbar,” teriakan massa yang saat itu memadati jalan di depan kantor PN Mojokerto, bahkan arus lalulintas sempat tersendat.
Sidang pembacaan putusan praperadilan yang berlangsung di ruang Cakra PN Mojokerto itu dijaga ketat oleh Polisi, bahkan sejumlah wartawan yang datang dilarang masuk karena ruangan sudah penuh.
Sebelum ratusan massa membubarkan diri, mereka melakukan sujud syukur di jalan raya, meskipun pengajuan praperadilan yang diajukan oleh Kyai Heru Ivan Wijaya ditolak oleh majelis hakim.
Budiarjo, wakil ketua LBH Pelita Umat Korwil Jatim yang juga selaku kuasa hukum Kyai Heru Ivan Wijaya menilai majelis hakim tidak memperhatikan beberapa poin-poin penting yang menjadi dasar pengajuan gugatan praperadilan.
“Pengajuan praperadilan yang diajukan oleh terlapor ditolak oleh majelis hakim. Penolakan ini tidak jelas karena sebetulnya hakim harus bisa memperhatikan kesimpulan yang kita ajukan kepada majelis hakim, beberapa poin-poin yang penting yang menjadi dasar kita ajukan gugatan praperadilan itu justru tidak diajukan atau dikesampingkan sebagai hal yang tidak penting bagi majelis hakim,” bebernya.
Budiarjo bersama tim akan berbicara dengan kliennya, untuk membahas bagaimana nanti yang akan dilakukan oleh pihak termohon.
Menurut Budiarjo, proses penyedikan terhadap kyai Heru Ivan Wijaya itu tidak prosedural, beberapa tahapan-tahapan yang seharusnya dilakukan para penyidik tidak dilakukan.
“Penyidik tidak mengikuti tahapan-tahapan itu, tapi disitu tidak ada yang namanya SPDP, tau-tau kemudian muncul surat panggilan sebagai tersangka,” jelasnya.
“Yang kita bahas di praperadilan ini adalah proses penahanan yang non prosedural,” imbuh Budiarjo.(ma/gan)