MOJOKERTO, Xtimenews.com – Ratusan warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto menggelar aksi demo terhadap pabrik pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun(B3), PT Putera Restu Ibu Abadi (Pria), Rabu (20/02/2019) pagi.
Aksi sekitar 200 warga yang didominasi kaum perempuan itu dijaga ketat aparat kepolisian.
Warga menuntut agar perusahaan pengolahan limbah B3 ditutup karena dianggap menjadi pencemaran lingkungan di Desa Lakardowo. Warga juga menagih janji Direktur PT Pria kepada warga sejak tahun 2013 silam. Diantaranya, pabrik akan membongkar timbunan limbah B3 dan akan bertanggungjawab jika operasional limbah pengolahan B3 itu berdampak terhadap warga.
Tidak hanya melontarkan suara tuntutan, Warga juga membawa spanduk bertuliskan tuntutan warga, diantaranya Bongkar PT PRIA, Jangan Biarkan Bumiku Ditimbun Limbah B3, Tolak Perusahaan Penimbun Limbah B3. Jangan Rusak Lingkungan Kami, Anak Cucu Kami Butuh Tempat yang Layak. Tolak Aktivitas PT PRIA di Desa Lakardowo.
Heru Siswoyo selaku koordinator aksi mengatakan, Pembongkaran limbah B3 di Desa Lakardowo yang telah disepakati oleh KLHK, DPR RI dan PT PRIA bulan Desember 2016 lalu, namun hingga kini belum terealisasi. Pencabutan ijin lingkungan PT PRIA dari Bupati Mojokerto yang ilegal karena menyalahi kewenangan Bupati.
“Yang menjadi tuntutan utama warga adalah timbunan limbah B3 yang di timbun di bawah lantai PT Pria, karena ini adalah sumbernya, ada ribuan ton limbah B3 yang ditimbun di bawah Gudang PT Pria,” Katanya.
Aktivitas PT Pria dimulai sejak tahun 2010, setelah itu pada tahun 2014 baru mengantongi ijin, jadi mereka melakukan aktifitas terlebih dahulu baru mengurus ijin.
“Ada 61 jenis limbah B3, termasuk dari limbah medis, limbah cair, produk expired dan masih banyak yang lain,” ujarnya.
Imbas dari limbah B3 ini adalah gangguan asap dan debu dari pembongkaran limbah, yang paling fatal adalah dampak air, dari 100 sumur di desa Lakardowo, 80% TDS (Total Dissolved Solid) atau jumlah total larutan padat yang terkandung dalam air yang kita konsumsi sudah melebihi batas baku mutu.
“Ada yang paling menonjol, anak bayi di Lakardowo yang baru lahir disarankan atau direkomendasikan dari rumah sakit untuk dimandikan dengan air kemasan, tidak boleh menggukan air sumur,” katanya.
“Ada tiga dusun yang air sumurnya tidak layak untuk di konsumsi, diantaranya kedungpalang, sambigembol sama sumber wuluh,” imbuh Heru.
Menanggapi aksi unjuk rasa tersebut Rudi Kurniawan, SH. General Affair Manager, PT PRIA berpendapat bahwa, pihaknya sangat menyayangkan Aksi tersebut, apa yang menjadi tuntutan warga selama ini sebenarnya sudah terjawab, baik dari upaya hukum (Litigasi) di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya, maupun upaya mediasi antara warga desa Lakardowo dengan PT PRIA yang difasilitasi oleh MUSPIKA setempat.
“aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh warga seharusnya dapat di hindari karena dalam hasil audit dari Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) telah disosialisasikan kepada warga bahwasannya PT. PRIA tidak melakukan pencemaran lingkungan seperti yang telah dituduhkan, akan tetapi hal tersebut tidak dianggap dan tetap menuntut agar PT. PRIA bertanggung jawab atau di tutup Ijin Operasinya,” ungkapnya.
Rudi menambahkan, Bahwa sebelum ada putusan kasasi atau Putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracth Van Gewijsde) dari Mahkamah Agung (MA) atas Kasasi yang dilakukan oleh penggugat, yaitu 2 Warga Lakardowo dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Seharusnya perkumpulan Penduduk Lakardowo Bangkit (Pendowo Bangkit), bisa menahan diri untuk tidak melakukan tindakan hukum lain atau dalam hal ini menggelar aksi massa. Sebagai warga negara yang baik seharusnya kita patuh pada ketentuaan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia” pungkasnya.(den/ron/gan)